x

Dari Ruang Sidang MK, Jurnalis Korban Kriminalisasi UU PDP Bersaksi

Jakarta, 22 Oktober 2025 – Tim Advokasi untuk Kebebasan Informasi dan Data Pribadi (SIKAP) kembali menghadirkan saksi dalam sidang pleno lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) di Mahkamah Konstitusi, Rabu (22/10/2025).

Saksi yang dihadirkan adalah Markus Erasmus Tengajo (Eras), wartawan sekaligus Kepala Biro Media Metro Rakyat.com wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), yang memberikan kesaksiannya secara daring.

Eras pernah didakwa dan ditahan 10 hari pada tahun 2024, dengan tuduhan melanggar pasal 65 ayat 2 UU Pelindungan Data Pribadi. Saat itu Eras sedang melakukan liputan mendalam tentang tambang di Pulau Flores. Tuduhan ini karena Eras memotret surat dokumen perizinan. 

Keterangan Eras menjadi bukti nyata adanya celah hukum dalam UU PDP, yang tidak memberikan pengecualian terhadap kerja-kerja jurnalistik, akademik, dan kesenian.

“Saya mengalami penahanan selama sepuluh hari hingga akhirnya diselesaikan melalui mekanisme perdamaian, atau yang oleh kepolisian disebut restorative justice. Pelapor mencabut laporannya, sementara saya diminta untuk tidak pernah menayangkan hasil liputan yang dipermasalahkan,” ujar Eras dalam persidangan.

Kasus Eras ini akhirnya selesai dengan mekanisme restorative justice, namun disyaratkan Eras tidak boleh menulis berita tentang tambang tersebut. 

Akibat penahanan tersebut, Eras mengaku mengalami kerugian moral dan sosial yang signifikan. Sejumlah narasumber menjadi enggan berkomunikasi karena takut terseret dalam perkara serupa, sementara stigma “terlibat kasus hukum” turut menghambat pekerjaannya di lapangan. 

“Saya tidak ingin memberikan pandangan hukum terhadap pasal yang sedang diuji, karena itu di luar kapasitas saya sebagai saksi. Namun saya berharap pengalaman saya dapat menjadi ilustrasi konkret bagaimana penerapan pasal tersebut di lapangan telah menyebabkan jurnalis menghadapi penahanan dan proses hukum yang berat,” katanya.

Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, Bayu Wardhana menyebut kasus yang dialami Eras adalah bukti nyata bahwa pasal 65 UU Pelindungan Data Pribadi bisa dijadikan alat kriminalisasi pada jurnalis. 

“Bahkan surat yang difoto bukanlah kategori data pribadi, namun tetap bisa dijadikan alat penekan dengan keadilan restoratif, sehingga Bung Eras tidak boleh memberitakan tambang. UU ini bahaya bagi demokrasi, jika memberi pengecualian pada karya-karya yang bersifat publik,” kata Bayu.

Dalam permohonannya, SIKAP menegaskan bahwa pengungkapan data pribadi yang dilakukan untuk kepentingan publik – seperti kerja investigasi jurnalis, riset ilmiah, dan karya seni – tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Aktivitas-aktivitas tersebut justru merupakan bentuk pelaksanaan hak atas informasi, kebebasan berekspresi, dan hak publik untuk tahu.

SIKAP menilai, hubungan antara hak atas privasi dan kebebasan berekspresi harus dipahami secara proporsional, agar tidak ada hak yang dikorbankan demi pemenuhan hak lainnya. Karena itu, Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat memberikan tafsir konstitusional terhadap ketentuan UU PDP, agar tidak digunakan untuk mengkriminalisasi kerja-kerja yang sah dan dilindungi oleh UUD 1945.

Tanpa adanya tafsir yang jelas, ketentuan ini berpotensi menciptakan ruang kriminalisasi dan pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi serta kerja-kerja jurnalistik.

 

Selengkapnya di Youtube: https://s.id/JurnalisKorbanUUPDP 

 

Hotline:  08111137820 - AJI Indonesia

 

Share